Pakaian Jiwa

Pemandangan ketelanjangan dan terbukanya aurat pernah terjadi ribuan tahun lalu, saat Adam dan Hawa memakan buah di surga, namun mereka segera menutupinya dengan daun-daun surga. Pemandangan itupun pernah dilakukan oleh masyarakat jahiliyah dalam ritual ibadah yang mereka anggap peninggalan nenek moyang yang perlu dilestarikan saat thowaf mengelilingi ka'bah. Saat ini pemandangan ketelanjangan pun banyak terjadi, namun dengan banyaknya pabrik pakaian belum mampu menutupi keterbukaan aurat yang sengaja diobral murah.

يَا بَنِي آدَمَ قَدْ أَنزلْنَا عَلَيْكُمْ لِبَاسًا يُوَارِي سَوْآتِكُمْ وَرِيشًا وَلِبَاسُ التَّقْوَى ذَلِكَ خَيْرٌ ذَلِكَ مِنْ آيَاتِ اللَّهِ لَعَلَّهُمْ يَذَّكَّرُونَ

"Hai anak Adam, sesungguhnya Kami telah menurunkan kepadamu pakaian untuk menutup auratmu dan pakaian indah untuk perhiasan. Dan pakaian takwa itulah yang paling baik. Yang demikian itu adalah sebahagian dari tanda-tanda kekuasaan Allah, mudah-mudahan mereka selalu ingat." (Al-a'rof : 26)

Dalam seruan ini disebutkan kenikmatan Allah kepada manusia dan mensyariatkan kepada mereka agar mengenakan pakaian untuk menutup aurat yang terbuka. Penutupan aurat ini merupakan hiasan dan keindahan untuk menggantikan ketelanjangan yang buruk dan menjijikan.

Karena itulah Allah berfirman, "Kami telah menurunkan" yakni "Kami syariatkan kepadamu dalam wahyu yang Kami turunkan". Kata libas diartikan sebagai pakaian yang menutup aurat, atau pakaian dalam. Sedangkan risya diartikan dengan pakaian yang menutup dan menghiasi tubuh yaitu pakaian luar. Kata risya juga kadang diartikan perhiasan, harta atau keindahan (Tafsir At-Thobari). Semua itu merupakan makna yang saling mengisi dan melengkapi.

Demikian pula disebutkan di sini: "Pakaian takwa" yang disifati "paling baik" :

وَلِبَاسُ التَّقْوَى ذَلِكَ خَيْرٌ

"Pakaian takwa itu yang paling baik"

Imam Ibnu Zaid menjelaskan makna ayat ini: "Ia bertakwa kepada Allah, maka ia menutupi auratnya, itulah pakaian takwa"

Di sini terdapat relevansi antara pensyariatan pakaian yang menutup aurat dan perhiasan dengan ketakwaan. Keduanya adalah pakaian, yang satu menutup aurat hati dan menghiasinya dan yang satunya menutup aurat fisik dan menghiasinya. Keduanya memiliki relevansi. Dari rasa takwa kepada Allah dan malu kepada-Nya, lahirlah perasaan jijik dan malu kepada Allah kalau bertelanjang. Barang siapa yang tidak malu kepada Allah dan bertakwa kepada-Nya, maka ia tak akan peduli untuk berpenampilan telanjang dan menyeruhkan pornoaksi dan pornografi.

Maka semakin orang itu memiliki ketakwaan, ia akan makin malu jika auratnya dipamerkan. Sebaliknya, semakin seseorang mudah dan sengaja memamerkan uaratnya, itu menandakan semakin tipis dan rendahnya nilai ketakwaan yang ada dalam dirinya.
Menutup aurat itu bukanlah semata-mata karena tradisi lingkungan, tetapi ia adalah fitrah yang diciptakan Allah pada diri manusia. Selanjutnya ia disyariatkan oleh Allah untuk manusia, dan diberinya mereka kemampuan untuk melaksanakan dengan disediakannya potensi-potensi dan rezeki bagi mereka di bumi.

Ustadz Sayyid Qutb mengomentari ayat ini dengan mengatakan: "Dari sini seorang muslim dapat mengaitkan serangan besar yang ditujukan kepada rasa malu dan akhlak manusia dan seruan untuk bertelanjang tubuh atas nama keindahan, seni, kemajuan, dan cinta dengan program-program zionis untuk menghancurkan kemanusiaan, bergegas untuk merusak mereka dan memperbudak mereka di bawah kekuasaan zionis. Kemudian mengaitkan semua ini dengan program yang ditujukan untuk mencabut akar-akar agama ini dalam bentuk emosional yang menyentuh jiwa. Untuk meruntuhkan akhlak itu mereka melakukan serangan sengit untuk menelanjangi jiwa dan badan. Sebagaimana dilancarkan oleh media-media yang bekerja untuk kepentingan setan-setan zionis."

Perhiasan "manusia" adalah menutup tubuh, sedangkan perhiasan "binatang" adalah dengan telanjang. Akan tetapi, manusia sekarang kembali kepada keterbelakangan jahiliyah, kembali ke dunia binatang dan tidak lagi mengingat nikmat Allah yang memelihara dan melindungi kemanusiaan mereka.

Tabiat bertelanjang dan membuka aurat adalah tabiat kejahiliaan tempo dulu yang masih berlangsung sampai sekarang, masyarakat jahiliyah dijelaskan oleh Ibnu Katsir dalam tafsirnya: "Bangsa Arab -selain kaum Qurays- tidak melakukan thawaf di Baitullah dengan mengenakan pakaian yang biasa mereka kenakan. Sedangkan kaum Qurays –yaitu al-humus- boleh melakukan thawaf dengan mengenakan pakaian yang biasa mereka pakai. Barang siapa yang dipinjami pakaian oleh orang Ahmasi, maka ia melakukan thawaf dengan pakaian tersebut. Barang siapa yang mempunyai pakaian baru maka ia melakukan thawaf dengan pakaian itu. Setelah itu pakaian tersebut harus dibuang, dan tidak seorangpun mengambilnya. Dan barang siapa yang tidak memiliki pakaian baru atau tidak mendapatkan pinjaman pakaian dari seorang Ahmasi maka ia melakukan thawaf dengan telanjang dan menutupi kemaluannya dengan sedikit penutup, dan kebanyakan wanita melakukan thawaf dengan telanjang pada malam hari."

Tenyata bertelanjang dan membuka aurat adalah salah satu tindakan fitnah jahat dan keji yang sudah diluncurkan setan ribuan tahun yang lalu yang berakibat Nabi Adam harus dikeluarkan dari surga. Oleh sebab itulah anak adam diingatkan akan bahayanya program bebuyutan mereka yang menyesatkan Adam dan anak cucunya.

يَا بَنِي آَدَمَ لَا يَفْتِنَنَّكُمُ الشَّيْطَانُ كَمَا أَخْرَجَ أَبَوَيْكُمْ مِنَ الْجَنَّةِ يَنْزِعُ عَنْهُمَا لِبَاسَهُمَا لِيُرِيَهُمَا سَوْآَتِهِمَا

"Hai anak Adam, janganlah sekali-kali kamu dapat ditipu oleh syaitan sebagaimana ia telah mengeluarkan kedua ibu bapamu dari surga, ia menanggalkan dari keduanya pakaiannya untuk memperlihatkan kepada keduanya auratnya." (Al-A'rof:27)

Ini merupakan salah satu sisi peperangan yang tidak pernah berhenti antara manusia dan musuhnya (setan). Maka anak Adam tidak boleh menyerahkan diri kepada musuh untuk dijadikan sasaran fitnah, tidak boleh kalah dalam peperangan ini.

Siapakah yang betah mengenakan pakain yang kotor dan bau? Iman di dalam dada perlu selalu disucikan dari kotoran syahwat dan nafsu.

ومن تعرى من لباس التقوى لم يستتر بشىء

"Barang siapa yang bertelanjang dari pakaian takwa, tidak ada suatu apapun yang mampu menutupinya."

Wallahu a'lam bisshowab
Oleh: H. Zulhamdi M. Saad, Lc
Tulisan tersebut dapat dibaca juga di web ikadi: http://www.ikadi.or.id

0 Comments:

Post a Comment