Rosulullah merupakan suritauladan bagi umatnya, begitu juga dalam hal menikah. Rosulullah banyak menikahi istri-istrinya pada masa periode dakwah di Madinah. Ia hanya menikahi Khodijah ketika pada masa periode dakwah di Mekah sampai Khodijah meningal dunia, setelah wafatnya Khodijah, Rosulullah menikahi Saudah binti Zum’ah rodhiyallahu anha.
Adapun Aisyah adalah wanita pertama yang dinikahi Rosulullah pada masa dakwah Rosulullah di Madinah. Kemudian Rosulullah menikahi Hafshoh, lalu Zainab binti Khuzaimah, lalu Ummu Salamah Hindun binti Abi Umayyah, lalu Zainab binti Jahsyi, kemudian Juwairiyah binti Al-Harist, kemudian Ummu Habibah Romlah binti Abu Sufyan, kemudian Sofiyah binti Huyyi bin Akhtob, kemudian Maimunah binti Al-Harist Al-Hilaliyah
Setiap istri-istri Rosululah tersebut mempunyai kamar-kamar kecil disekitar masjid nabawi. Namun semua istri-istrinya hidup rukun, damai serta bahagia bersama Nabi Saw. Adapun diantara istri-istri Rosulullah tersebut Khodijah dan Zainab binti Khuzaimah meninggal dunia tatkala Rosulullah masih hidup.
Poligami saat ini sedang ngetrend di tanah air. Namun marilah kita melihat jauh kebelakang, kembali mengenang alur sejarah tentang pernikahan baginda Rosululah Saw. Pernikahan Rosulullah Saw mempunyai tujuan-tujuan yang sangat tinggi lagi mulia. Tidak bisa hanya dilihat dari satu sisi, bahwa Rosululah berpoligami, lalu ketika ada umatnya yang ingin mengikuti poligami Rosullulah tersebut terjadi pro dan kontra terhadap sikap sang ustadz. Setelah kita memperhatikan beberapa tujuan dari poligami Rosulullah dibawah ini mungkin kita bisa lebih jernih dalam memandang saudara kita yang mengikuti qudwah Rosulullah ini. Diantara tujuan pernikahan beliau yang dapat ambil dari buku-buku sirah antara lain:
Tujuan Pengajaran
Dengan pernikahan itu, umahatul mukminin adalah sebagai perantara dalam mengajarkan dan menyebar luaskan ajaran islam, apalagi berbagai hukum yang bersangkutan dengan wanita, yang kadangkala tidak dapat dilakukan oleh para sahabat untuk menyampaikannya kepada para wanita. Maka dengan adanya istri-istri rosulullah sangat memudahkan untuk berhubungan dengan wanita-wanita lain yang lebih luas, sehingga ajaran yang disampaikan nabi dapat ditransper dengan cepat kepada kamu wanita di madinah ketika itu. Walaupun dengan istri satupun telah mampu untuk menguasai berbagai ilmu, hukum-hukum dan urusan yang berkaitan dengan kaum wanita. Seperti halnya Aisyah ra yang sangat terkenal dengan kecerdasannya yang menghapal hadist dari Rosulullah Saw sebanyak 2210 hadist, dari jumlah hadist-hadist yang dihapal oleh umahat mukminin yang lainnya sebanyak 608 hadist saja. Tidaklah ketika para sahabat mengalami kesulitan dalam beberapa masalah agama lalu mereka menanyakan pada Aisyah kecuali mereka mendapatkan jawaban yang belum mereka ketahui, sebagaimana dalam riwayat Imam Tirmizi mengatakan: “Aisyah adalah wanita yang paling cerdas dan faqih didunia ini”.
Tujuan Syariat
Dalam pernikahan Rosulullah dengan Zainab binti Jahsyi istri dari anak angkatnya Zaid bin Haritsa. Pernikahan tersebut adalah karena wahyu Ilahi yang bermaksud untuk mementahkan kebiasaan mengangkat anak pada masa jahiliyah, dan menghilangkan keengganan bagi kamu muslimin untuk menikahi wanita-wanita yang dicerai oleh anak angkat mereka. Allah Swt berfirman dalam surat Al-Ahzab ayat 37, yang artinya: “… Maka tatkala Zaid telah mengakhiri keperluannya terhadap istrinya (menceraikannya), Kami kawinkan kamu dengan dia supaya tidak ada keberatan bagi kaum mukmin untuk mengawini istri-istri anak angkat mereka, apabila anak-anak angkat itu telah menyelesaikan keperluannya daripada istrinya. Dan ketetapan Allah itu pasti terjadi”.
Tujuan ini memiliki dampak yang sangat besar dalam kehidupan bermasyarakat pada masa menetapkan beberapa hukum islam dan mewarnai kehidupan bermasyarakat dengan ajaran islam.
Tujuan Manusiawi
Pernikahan Rosulullah pun dalam rangka memberikan naungan dan pemeliharaan terhadap janda-janda yang ditinggal syahid oleh suaminya, memberikan pendidikan terhadap anak–anak yatim dan menghibur kesedihan keluarga sahabat yang syahid yang dinikahinya.
Pernikahan Rosulullah dengan Ummu Salamah Hindun binti Abi Umayyah, setelah suaminya meninggal dunia di Madinah, ia meninggalkan dua orang anak laki-laki dan dua orang anak perempuan. Pernikahan Rosulullah tersebut merupakan pemuliaan Rosullulah pada Ummu Salamah dan merupakan pengayoman terhadapat anak-anaknya.
Pernikahan Rosulullah dengan Zainab binti Khuzaimah, istri dari Ubaidah bin Al-Harist yang syahid setelah perang badar. Pernikahan Rosulullah ini dalam rangka menghibur kesedihan Zainab dengan syahid suaminya tersebut.
Tujuan Dakwah
Penikahan Rosulullah dengan Shofiyah putri dari Huyyi bin Akhtob musuh islam terbesar yang terbunuh dari bani Qoroizhoh. Adapun Shofiyah ketika itu merupakan tawanan dalam perang khaibar, lalu Rosulullah membebaskannya kemudian menikahinya. Pernikahan ini memberikan pengaruh yang besar dalam dakwah Rosulullah untuk mengikat orang–orang ahlul kitab dari Bani Qoroizhoh dengan ikatan kerabat dan kekeluargaan. Daerah tersebut merupakan wilayah perdalaman yang jauh.
Pernikahan Rosulullah dengan Maria Al-qibtiyah dari Sirari. Dengan pernikahan tersebut Rosulullah mengikat umat yang lebih luas lagi, sehingga dakwah islam bisa lebih luas diterima oleh masyarakat yang dari sana ada salah seorang istri Rosulullah, sebagai mana sabdanya: “Kalian akan membuka negeri mesir maka berwasiatlah yang baik terhadap penduduknya, karena sesungguhnya di sana ada orang-orang yang dibawah perlindungan islam dan ada sanak kerabat”. Pernikahan tersebut memberi dampak yg jauh kedepan terhadap perluasan dakwah terhadap penduduk mesir.
Pernikahan dengan Juwairiyah anak dari Al-Harist seorang pemimpin Bani Al-Mustholiq. Ia menjadi tawanan kaum muslimin, lalu ia dibebaskan oleh Rosulullah kemudian ia dinikahi. Pernikahan ini juga memiliki pengaruh yang dahsyat dalam membebaskan tawanan dari keluarga dan qabilahnya. Ketika para sahabat mendengar pernikahan Rosululah dengan Juwairiyah mereka berkata: “Bebaskanlah tawanan kalian dari kaumnya, mereka adalah kerabat Rosulullah”. Ini menyebabkan semua kaum dari Bani Mustholiq masuk islam. Ini juga memberikan hasil yang cepat terhadap dakwah islam.
Pernikahan Rosulullah dengan Ummu Habibah Romlah binti Abi Sufyan, seorang pemimpin musyrikin mekkah pada waktu itu. Rosulullah menikahinya ketika Romlah berada di negeri Habasyah setelah suaminya Ubaidillah bin Jahsyi menjadi nasrani, sebagai penghomatan Rosulullah karena Romlah menjadi asing dan menyendiri di negeri yang jauh, karena keislamannya ia rela meninggalkan kerabatnya. Juga merupakan sebagai pendekatan untuk mengikat hati bapaknya, untuk melihat ulang bagaimana pandangan Abu Sufyan dan permusuhannya terhadap dakwah islam.
Kalau diperhatikan maksud dari pernikahan ini adalah untuk mendapatkan dukungan dari luar terhadap dakwah islam dan menyebarkannya di negeri arab.
Adapun pernikahan Rosulullah dengan Aisyah dan Hafshoh selain sebagai sarana untuk mempermudah dalam mengajarkan islam kepada kaum muslimat juga merupakan sebagai penguat dalam barisan dakwah, hubungan Rosulullah dengan dua orang sahabat pendukung dakwahnya, yaitu Abu Bakar dan Umar bin khattab radhiyallahu anhuma.
Seperti halnya juga Rosulullah menikahkan Ruqoyah, kemudian Ummu Kulstum dengan Ustman bin Affan, dan menikahkan Fathimah dengan Ali bin Abi Tholib, bertujuan untuk memperkuat barisan dari dalam terhadap dakwah islam.
Mudah-mudahan yang berpoligami juga mempunyai tujuan yang sama dengan apa yang telah Rosulullah contohkan.
Oleh: H. Zulhamdi M. Saad, Lc
Labels: kehidupan