“Kecelakaan besarlah bagiku; sekiranya aku (dulu) tidak menjadikan si fulan itu teman akrab-ku. Sesungguhnya dia telah menyesatkan aku dari Al Quran ketika Al Quran itu telah datang kepadaku. Dan adalah syaitan itu tidak mau menolong manusia”. (QS. Al-Furqon: 28-29)
Ungkapan penyesalan memang tak pernah datang di awal. Penyesalan itu terucap ketika semua telah terjadi. Hanya karena satu sebab yang ternyata sangat menentukan. Sebab itu adalah pilihan. Pilihan yang memang sangat mempengaruhi langkah seseorang, pemikiran seseorang, sikap bahkan tujuan hidup seseorang. Alasan pilihan itu bisa ditentukan oleh beberapa sebab, di antaranya adanya kecocokan.
Imam Ghozali dalam kitabnya “Ihya ulumuddin jilid 5” ketika menjelaskan tentang bab Mahabbah beliau menguraikan sebab-sebab cinta, salah satunya adalah “kesamaan dan kecocokan”. Beliau kemudian mencontohkan, bahwa anak kecil biasanya cocok jika berbicara dengan sesama anak kecil, orang tua cocok dengan orang tua, petani cocok dengan petani, orang berpendidikan dengan orang berpendidikan pula.”
Alasan yang dikemukan oleh Imam Ghozali memang sudah terbukti dengan penelitian dan teruji berdasarkan pengalaman, karena memang seorang yang suka bola akan nyambung jika mengobrol dengan sesama pecinta bola, begitu juga halnya penggemar musik akan merasa nyaman dengan sesama penggemar musik. Akan sangat wajar pula jika kumpulan orang-orang yang suka dengan mendengarkan pengajian akan merasa merasa nyaman jika di dalam satu komunitasnya. Maka munculnya berbagai macam komunitas dan fansclub itu disebabkan oleh adanya kesamaan dan kecocokan sehingga bagi yang merasa nyaman dan merasa cocok akan bergabung di sana.
Lalu apa hubungan antara ungkapan penyesalan pada ayat di atas dengan kecocokan seseorang terhadap komunitasnya? Sebab utamanya penyesalan itu adalah karena teman terdekatnya tak punya peran mengenalkan ia dengan Al-Quran, tak punya kontribusi menjadikannya seorang yang mempelajari tuntunan Al-Quran, sehingga ia lalai, sehingga yang ia dapatkan selama berteman hanyalah terlena dengan kesenangan semu belaka. Padahal hisab itu akan datang, dan setan selalu berupaya menyesatkan.
Melihat kepada siroh, ada pelajaran yang dapat kita petik dari peristiwa dipersaudarakannya antara Muhajirin dan Ansor oleh Rosulullah saw. Bahwa dengan menjadi saudara dan teman dekat seorang sahabat muhajirin, maka sahabat dari ansor dapat menerima ajaran islam yang didapat dari sahabat muhajirin ketika mereka menerima ajaran itu di mekah. Maka nilai-nilai islam itu cepat tersebar dari satu sahabat kepada sahabat lainnya.
Maka nilai sebuah persahabatan itu benar-benar bermakna, ada nilai-nilai mulia yang didapat dari pertemanan dan perkumpulan. Nongkrong-nongrong yang dapat menambah keimanan. Seperti ungkapan Muadz ra kepada sahabatnya: “Marilah duduk bersama untuk menambah keimanan kita ”.
Persaudaraan dan pertemanan yang saling mendukung untuk menuju ketaatan. Bukan pertemanan yang akan membawa pada penyesalan di akherat nanti, seperti ayat yang kita tadaburi ini: “... sekiranya aku (dulu) tidak menjadikan si fulan itu teman akrab-ku. Sesungguhnya dia telah menyesatkan aku dari Al Quran ketika Al Quran itu telah datang kepadaku.”
Sungguh Al Quran sudah datang kepada kita, “marilah kawan kita buka bersama.. Karena aku tak ingin engkau menyesal nanti, karena berteman denganku”.
Wallahu a’lam bishowab.
Oleh Zulhamdi M. Saad , Lc
1 Comment:
-
- Yendri K.P said...
22 Juni 2009 pukul 18.47Dalam memilih teman harus hati-hati, karena bila salah memilih teman akan menjerumuskan kita ke arah kesesatan. Nice Info.